Jumat, 03 April 2009

Berbeda Selera Tapi Tetap Selera Massal



Mendapatkan ide dari sebuah perjalanan memang menjadi penghibur diri dan membuat notes juga blog saya sedikit ada isinya setelah sekian lama ditinggalkan. Beberapa waktu lalu saya melakukan perjalanan ke beberapa tempat dengan cuaca yang kurang lebih sama dengan Jakarta yang sedang mendung-mendung basah. Dari ketiga tempat yang saya kunjungi saya berkesempatan melihat pertunjukan musik yang dipenuhi penonton yang cenderung berjubel.

Selanjutnya saya bepikir gak ada bedanya antara
Hijau Daun = Nine Inch Nails = Laura Fygi

Asal, mungkin iya!!
Tapi ini saya ambil dari pengalaman saya sendiri yang tidak bisa dijustifikasi karena masih banyak variabel yang harus dipertimbangkan ketika ini menjadi sebuah tesis. Emang mau kemana, toh ini hanya sebagai penelaahan pribadi.

Dari beberapa pertunjukan musik di Asia yang pernah saya lihat langsung saya akui, penonton Indonesia memang juaranya untuk pertunjukan musik!!
Mau musik apapun, dihajar ceria oleh penonton Indonesia.
Ini hal yang membanggakan. Karena begitu apresiatif nya penonton Indonesia. Bahkan untuk sebuah pertunjukan jazz, Java Jazz terakhir penuh sesak dan saya tidak mendapatkan kenyamanan menikmati musiknya. Ditambah selera musik saya tidak cukup pintar mungkin memahami jazz.
Saya menonton Hijau Daun di Lampung-tempat asal mereka, sekitar Sekitar 30000 ribu orang bernyanyi bersama. Begitu pun hal yang sama terjadi di Palopo yang jauhnya bukan main dari Lampung. Tiga pun tersenyum simpul ketika melihat penonton Indonesia yang gila –termasuk memakai jaket kulit ala Alexander Wang di klab mahal penuh sesak senggol kanan kiri.
Sama merinding diskonya ketika saya melihat Nine Inch nails di tengah 40000 penonton.

Pemikiran yang asal juga saya lakukan bahwa gak ada bedanya
penonton Tiga = Hijau Daun

yang membedakan hanya pendapatan. Selera mereka sama massalnya. Sedikit aneh jika yang satu disebut kampungan karena massal disukai publik, padahal penonton sama berkeringat dan sama-sama berteriak ketika menonton pertunjukannya.

Begitu pun saya sama tidak kerennya menonton Nine Inch Nails, toh ditonton sama massalnya.

Sebagai kaitan diatas, pembicaraan musik massal menjadi obrolan menarik urat syaraf di forum-forum yang mencerca musik Metal ini.
Kenapa musik Metal = Melayu Total menjadi favorit dimana –mana ?

Sedikit referensi saya membaca Trax yang menghadirkan isu ini dengan menampilkan berbagai nara sumber, mulai dari industriawan musik, cendekia etnomusikologi, jurnalis musik,dan juga musisi senior.
Saya mendapatkan informasi faktor penentyu adalah kajian studi budaya. Setujuuu!!! saya pribadi begitu, meskipun kurang puas jika berhenti pada variabel budaya. Pasti ada penentu lain yang membuat Metal menjadi hip dimana-mana saat ini. Keterlibatan korporasi media, Politik, Ekonomi pasti menjadi penentu-penentu lain.

Saya hanya tinggal menunggu munculnya tesis di perpus nasional lt.3 dengan topik diatas kemudian saya kopi untuk saya baca di saat senggang.

Bukan hanya tuntutan pekerjaan saya harus mendengarkan musik Metal, atau pun pendengaran saya yang massal nan murahan membuat saya dekat dengan musik Metal, tapi karena di satu sisi banyak hal menarik yang membuat saya tetap berpikir membuat sesuatu dan membuat orang terus menikmati musik yang mereka sukai meskipun massal.

Sehat & sukses terus, di sela-sela mendengarkan musik massal
BZ

Tidak ada komentar: